jika hujan adalah rindu
maka pelangi adalah penantian
dan...
jika rintik adalah tangis
anggap saja aku menangis menantimu
Tik..tik..
Tes…tes…
Kupejamkan
mata… membiarkan tetesnya mereguk hangat yang baru saja penuh di
mataku. Ingin kubasah pada sejuknya yang tak pernah alpa. Tak pernah
dusta bahkan selalu ada untukku disaat tak siapapun mengingatku.
Hujan.
Menawarkan rindu yang tak kunjung sirna. Rindu yang sama untuknya. Reinald, cowok manis dan senyumnya membuatku luluh. Hingga remuk dan
runtuh. Namun kini tinggal bayangan, kenangan kelam.
Aku
memanggil hujan, berteriak pada mega “Tumpahkanlah, ledakkan sesak yang
membuncah dan ingin pecah” aku telah kembung dengan kata bernama
“cinta”, enyahkanlah rasa dari diriku. Aku tak sanggup harus menjadi
pesakitan seperti ini.
Hujan semakin menderu beradu dengan teriakanku yang kian pilu.
“Maaf!”
ada keraguan pada matanya saat mengatakan kata yang tak pernah
kuinginkan. Ia tahu aku akan hancur. Bahkan lebih dari itu, aku serasa
hilang tanpanya. Ia menangis menatapku kosong. Lalu berteriak…
“angel, you can without me!” ia memukul pundakku yang rapuh. Mengguncang-guncangku yang tak sanggup lagi untuk berkata.
“Without you!”
Tidak.
Tidak akan semudah itu dan tak akan pernah Reinald. Utuh-utuh ku berikan
hati ini untukmu, bahkan tak ada yang tersisa untuk diriku sendiri. Kau
yang pertama dan kau yang selalu ada. Membuka matapun aku tak sanggup
jika bukan karenamu.
“Reinald!” aku memanggil namamu untuk yang terakhir kalinya. Berharap kau menoleh lalu menangis di bahuku, kembali padaku.
Kau tak menoleh. “Maaf” hanya itu yang kau katakan dan pergi. Hanya bayangmu kian menjauh di antara ilalang.
Aku
kaku, berdiri menanti hujan menghilangkan rasaku. Kau dan takdir seolah
mempermainkanku. Kenapa harus ada rasa sedalam ini? Untuk apakah kata
“sayang” yang tak pernah alpa darimu. Inikah?
Kupejamkan mata yang kian menghangat.
Biarkan saja hujan yang berkata. Anggap saja aku telah sirna. Berlayarlah tanpaku, dan kukatakan lagi, aku akan menanti, hingga hujan menghilangkanku. Rasaku. Dan dirimu.
Izinkanlah aku tumpah!
arghh.... suaraku tak mencapaimu
aku kan merelakanmu
wahai nada tertinggi... penyemai haru
namun... akan kurampungkan sketsa rindu
dan ku kembalikan padamu....
tiadakan aku…
bahkan dalam mimpimu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar