Senin, 15 Agustus 2011

For My Colleagues: What Do You Choose for Residency?

Yup, sesuai judulnya, blog ini terutama saya tujukan pada teman2 sejawat saya sesama koas. Namun bagi teman2 mahasiswa S1 atau yang dah jadi dokter, atau masyarakat umum yang mau tahu tentang dunia kedokteran boleh juga mbaca2.
Untuk teman2 yang sebentar lagi ‘bebas’ dari perKOASan (baca: bukan perKOSAan), dah punya rencana belum? Mungkin ada beberapa teman kita yang mau PTT dulu, nglanjutin S2, jadi dosen, jadi dokter umum saja, atau langsung ‘rabi’ jadi bapak/ibu rumah tangga yang baik, atau bahkan pindah jurusan karena selama ini merasa tersesat berada di kedokteran.
Di antara banyak pilihan tersebut ada satu pilihan karier bagi kita calon dokter yaitu melanjutkan ‘perbudakan’ kita di residensi. Pilihan ini merupakan yang paling populer. Karena lebih mudah menjadi spesialis. Sulit sekali belajar segalanya di dunia kedokteran sekarang ini. Selain itu posisi tawar kita menjadi lebih tinggi dan tentu saja pemasukan juga lebih lancar.
Setelah mantap melanjutkan ke residensi terdapat masalah baru lagi. Terdapat banyak sekali pilihan program spesialisasi dari bedah, interna, pediatri sampai forensik, rehabilitasi medik, dan mikrobiologi klinis. Coba bayangkan kita di warung makan. Lauk yang tersedia cuma ayam atau ikan. Lebih mudah menentukan pilihan daripada di warung makan itu tersedia banyak pilihan seperti ikan, cumi, spagheti, nasi padang, ayam, tempe. Saya sendiri pernah dibingungkan dengan menu sambal di salah satu restoran. Sambal aja ada berbagai macam seperti sambel korek, sambal merah, sambel ijo, sambel setengah ijo setengah merah. Gak tau rasa atau bentuknya gimana, akhirnya aku memilih secara acak. Akhirnya sang cabe  yang kupilih bedebah pedesnya! Pulang2 aku mencret!!
Untungnya kasus di atas hanya masalah makan sambel, tinggal gak usah di makan, masalah beres (walaupun rugi 1500 perak). Tapi bayangin kalo salah masuk, 4 tahun bro!! Kita bakal tersiksa. Mau keluar, rugi dah bayar banyak. Jangan bandingin biaya masuk PPDS yang 15-150 juta dengan 1500 perak beli sambel, Boy! 1500 perak mencret sekali, 150 juta!? Berapa kali tuh mencretnya! Banyak teman kita yang masih bingung memilih residensi apa yang tepat untuk mereka. Memilih spesialisasi memang tak mudah karena banyaknya pilihan. Ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan.
Any suggestion? Ada sebelas faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan residensi yaitu:
1.    tipe dokter yang diinginkan
2.    materi ilmu/ isu klinis yang dihadapai
3.    kontak dengan pasien.
4.    tipe pasien yang ditemui
5.    status, prestige, dan ekspektasi sosial
6.    pertimbangan gaya hidup
7.    lama masa studi
8.    persaingan masuk residensi
9.    biaya
10.    prediksi pemasukan dan lowongan kerja di masa akan datang
11.    tipe kepribadian
Mari kita bahas satu persatu
1. TIPE DOKTER YANG DIINGINKAN
Dokter tipe apa kamu ini? Hal ini adalah langkah awal sebelum mengambil residensi. Spesialisasi di kedokteran dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu generalis, spesialis, dan suportif.
Yang termasuk golongan generalis adalah mereka yang bergerak di ujung tombak kedokteran yaitu interna, pediatrik, famiy medicine (yang ini masih belum ada di Indonesia) dan Emergency medicine (keliatannya dah ada di Universitas Brawijaya), dan tentu saja dokter umum. Generalis mempunyai pengetahuan dan kemampuan paling luas daripada ketiga tipe yang lain. Mereka juga diagnostician yang hebat karena tugas mereka mengharuskan mengenali gejala awal berbagai macam penyakit. Tidak sedikit pasien mereka yang berpenyakit kronis dan sang dokter harus menerima keluh kesah yang sama setiap bertemu.
Ilmu para generalis adalah luas dan beranekaragam namun secukupnya. Karena tuntutan untuk mempunyai pengetahuan yang luas, mereka harus rela sarapan atau makan siang mereka ditemani dengan jurnal yang terbaru dari berbagai macam disiplin.
Lain generalis, lain spesialis. Spesialis bergerak pada lingkup yang lebih kecil. Mereka lebih berorientasi pada aksi. Mereka mengerjakan berbagai macam prosedur teknik sesuai spesialisasi mereka. Ambillah sebagai contoh kardiologis yang melakukan kateterisasi jantung dan opthalmologis yang mengoperasi katarak. Contoh lain adalah urologis dan neurologis. Spesialis juga merupakan konsultan dari para generalis. Ilmu para spesialis tidak luas namun mendalam. Follow up dan penanganan pasien jangka panjang mereka lebih jarang daripada dokter generalis.
Bagi kalian yang jika bermain dalam drama, tidak terlalu suka berperan sebagai peran utama(atau biasanya hanya berperan sebagai pejalan kaki, pohon, atau rumput yang melambai), masuklah ke golongan suportif. Spesialisasi dalam golongan ini tidak termasuk dalam medis atau bedah. Radiologi, patologi anatomi, anestesi, dan rehabilitasi medik termasuk dalam golongan ini. Golongan ini miskin kontak dengan pasien dan perannya anonim. Jika pasien selamat dari operasi maka ucapan terima kasih selalu diberikan pada dokter bedah namun tak pernah pada dokter anestesi. Walaupun sebagai dokter belakang layar, peran merka vital dalam dunia kedokteran. Untuk menjaga pasien tetap hidup selama operasi, memberi diagnosis yang akurat atau interpretasi biopsi, dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Pusat kebahagiaan mereka bukanlah dari penghargaan orang namun berasal dari kepuasan profesional mereka sebagai dokter.
2. MATERI ILMU/ ISU KLINIS YANG DIHADAPAI
Kalian yang waktu koas termasuk minikom(minimal kompetensi) atau manakom (mana kompetensinya?), pikirkan ulang jika ingin masuk bedah. Farmakologi dan fisiologi waktu kuliah mendapat A, coba pikirkan interna atau anestesi. Jika anatomimu merupakan mimpi buruk bagimu, jauh2lah dari bedah atau radiologi. Jangan pernah paksakan dirimu untuk mencintai suatu disiplin yang kamu tidak sukai atau kamu menyesal nantinya.
3. KONTAK PASIEN
Saya punya teman sesama koas. Pada saat follow up, ia tak terlalu semangat. Ia cepat bosan dengan pasien dan tak terlalu suka berlama-lama dengan pasien. Temanku yang lain tidak terlau suka melakukan pemeriksaan fisik atau prosedur yang menjijikkan seperti mengambil serumen, insisi abses, atau debridemen ulkus diabetes.
Ada juga temanku yang sama sekali tidak terlalu suka berhubungan dengan pasien. Namun dunia kedokteran adalah tempat untuk semua jenis orang. Ia dapat mengambil residensi tipe suportif. Tak peduli apapun yang temanmu katakan bahwa dokter tanpa pasien adalah bukan dokter. Menjadi dokter tanpa ‘pasien’ seperti PA atau radiologi tidak menentukan apakah kamu dokter yang buruk atau bukan. Kita semua punya peran vital.
Jika kamu tipe orang yang suka berkotor ria, mungkin bedah dan Obsgyn pilihan yang cocok bagimu. Psikiater, radiology, atau kedokteran nuklir adalah tempat bagi yang “takut darah”.
4. TIPE PASIEN YANG DITEMUI
Bayangkan dirimu adalah dokter Emergency Medicine, maka pasien yang kamu temui adalah pasien yang khawatir, penuh emosi, dan terkadang pemarah. Ketika kamu menjadi Hemato-onkologis maka kebanyakan yang berterima kasih kepadamu bukanlah pasien namun keluarga pasien karena setidaknya kamu telah berusaha keras menyembuhkan mereka walau akhirnya meninggal. Atau kamu ingin menjadi neonatologis karena berada dekat bayi membuatmu tenang. Kamu tipe orang yang tidak suka menghadapi pasien yang cerewet, jadilah anestesiologis di mana pasienmu membisu seribu bahasa.
5. STATUS, PRESTIGE, DAN EKSPEKTASI SOSIAL
“Dokter bedah adalah dokter yang bergengsi”, “masuk psikiatri? Gak keren ah” . banyak hal yang kita dengar sejak kuliah sampai koas baik dari dosen, residen, atau teman-teman kita sendiri. Tapi sekali lagi ingatlah bahwa semua spesialisasi punya perannya sendiri2 yang vital. Gengsi dan status sebenarnya hanya masalah opini pribadi. Namun jangan sampai pengaruh eksternal mempengaruhi dirimu dalam memilih spesialisasi yang cocok bagimu dan membuatmu menjadi dokter yang bahagia.
6. PERTIMBANGAN GAYA HIDUP
Apakah kamu tipikal orang yang dapat bekerja dalam waktu lama? Apakah kamu tahan menunggui kelahiran bayi pada tengah malam? Atau kamu merasas santai saja saat dipanggil untuk melakukan appendectomy saat malam minggu? Atau kalian seorang perempuan yang harus merawat anaknya?
Kebanyakan mahasiswa sekarang lebih menyukai spesialisasi dengan jadwal jaga yang sedikit, menghabiskan waktu di RS lebih cepat, memberikan banyak waktu luang dan waktu untuk keluarga di rumah, dan sesuai gaya hidup. hal ini harus dipikirkan dalam memilih spesialisasi. Beberapa spesialisasi yang memberikan tempat untuk gaya hidup adalah radiologi, dermatologi, emergency medicine, anesthesiologi, pathologi, ophthalmologi, rehabilitasi medis, dan neurologi.
Gaya hidup memang patut dipikirkan namun jangan jadikan hal ini pertimbangan utamamu. Pilihlah residensi sesuai minatmu!
7. LAMA MASA STUDI
Jangka waktu rata-rata dalam residensi adalah 4-5 tahun. Residensi medis biasanya memerlukan waktu 4 tahun sedangkan residensi bedah 5 tahun. Jika mengambil subspesialis biasnya mebutuhkan 2 tahun tambahan. Bahkan diperlukan waktu 1-2 tahun untuk super subspesialis seperti kardiologi yang mengambil spesialisasi ekokardiograf. Bahkan ada kemungkinan, kita menjadi sebagai dokter training seumur hidup kita.
Hal ini perlu kita pikirkan apalagi apabila kita mengambil spesialisasi ketika umur sudah tidak muda lagi atau mempunyai tanggungan keluarga.
8. PERSAINGAN MASUK RESIDENSI
Persaingan masuk residensi adalah salah satu rintangan yang harus dihadapi pertama kali. Beberapa spesialisasi sulit untuk dimasuki terutama stase besar. Sedangkan beberapa stase lain siapa saja yang mendaftar pasti akan langsung diterima karena kekurangan orang.
Siswa yang ingin masuk residensi dengan persaingan tinggi memerlukan fleksibilitas yang tinggi dan sudah mempersiapkan rencana cadangan.
9. BIAYA
Sudah menjadi rahasia umum bila stase bedah dan obgyn memerlukan biaya yang tinggi baik formal maupun informal. Dari membayar uang masuk sampai menjamu kakak kelas. Perhatikan isi kantongmu jangan sampai residensimu berhenti di tengah jalan karena kekurangan biaya atau rumahmu di sita karena utang menumpuk.
10. PREDIKSI PEMASUKAN DAN LOWONGAN KERJA DI MASA AKAN DATANG
Tahukah kamu dengan menjadi ahli PA di Papua akan menjadikanmu kaya karena kamu satu-satunya ahli PA di sana, menjadi Sp.PD tidak akan terlalu laku lagi karena pasien lebih senang dirawat langsung oleh subspesialis seperti kardiologis, dan banyak lagi rumor yang kita dengar, fee anestesi adalah 1/3 fee operator setiap operasi. Memperhitungkan pasar adalah hal yang sulit namun bukankah kalian masuk spesialisasi bukan untuk mengejar uangnya? Ya kan?….ehm.. ya kan..?
11. TIPE KEPRIBADIAN
Maukah kamu jika kelak mengalami perdarahan intraabdomen(ini hanya andai2 saja lho) dioperasi oleh temanmu yang kamu kenal sebagai orang yang  ragu2, plegak-pleguk (ragu2), selalu minta persetujuan sebelum melakukan sesuatu, dan terlalu lemot dalam berpikir. Anda akan merasakan hal yang lebih menakutkan daripada Fear Factor. Atau (andaikan lagi) maukah jika sepupumu yang masih berusia sekolah mengalami leukemia ditangani oleh dokter yang Do first, think later. Mungkin lebih baik ketemu Sadako dalam film The Ring daripada menagalami hal ini.
Tiap orang mempunyai kepribadian masing2, dan tiap2 kepribadian mempunyai spesialisasi yang cocok masing2. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa ahli bedah mempunyai kepribadian ekstrovert, praktis, sosial, kompetitif, dan terstruktur. Dokter anak adalah dokter yang hangat dan ramah. Siswa yang introvert dan mempunyai jaringan sosial kecil (dan terkadang sedang menjalani psikoterapi) lebih suka menjadi psikiater.
Namun sayangnya kebanyakan siswa tidak sempat memikirkan spesialisasi apa yang cocok sesuai kepribadian mereka. Pribadi yang sesuai dengan spesialisasi akan menjadikanmu dokter yang lebih bahagia.
Ada beberapa cara untuk menentukan kepribadian dirimu lalu menentukan spesialisasi yang cock bagimu. Salah satunya dengan menggunakan Indikator Myers-Briggs. Indikator ini menghitung 4 dimensi. Dimensi pertama: bagaimana kamu berhubungan dengan orang lain, apakh introvert atau ekstrovert. Dimensi kedua: stimulus apa yang lebih kamu sukai dalam menerima dan memproses informasi, Sensing (Penginderaan)? Atau Intuisi? Dimensi ketiga menentukan bagaimana kamu menentukan keputusan dan membuat kesimpulan. Thinking? Ataukah Feeling. Dimensi keempat menentukan bagaimana cara kamu mengatur hidupmu. Judgemental? Atau Perception.
Pembahasan kepribadian terlalu panjang apabila ditulis di sini. Oleh karena itu nanti saya akan membuat artikel tersendiri tentang masalah kepribadian ini. Menurut saya faktor ini termasuk faktor utama dalam memilih spesialisasi.
Sudah dapat bayangan akan memilih apa? Saya harap artikel ini dapat membantu. Namun hal terakhir yang perlu saya beritahu adalah hal terpenting dalam mentukan spesialisasimu besok adalah rasa suka dan cinta terhadap disiplin ilmu tersebut. Karena sejak saat kamu mengambil satu spesialisasi, resikonya seumur hidup mungkin kamu akan terus berada di area tsb. Kita semua mempunyai tempat di dunia kedokteran.

1 komentar: