Rabu, 10 Agustus 2011

Visum Pasien Cool

Ngga terasa udah empat hari bergabung bersama teman-teman seiman tapi memiliki dunia yang berbeda. Sebenarnya bukan berbeda, tetapi teman-teman itu telah membentuk dunia mereka sendiri. Suatu hari nanti dengan pengobatan yang tepat dan terapi sosial yang adekuat, insyaallah mereka akan kembali ke dunia yang sama dengan kita semua. amiin.
Hari ini, aku, Dee, dan dua orang senior yang bertuga di poliklinik jiwa diminta untuk membuat visum oleh Dr. Key. Ohya, lupa cerita. Bagian pertamaku di RSJ ini adalah bagian poliklinik. Jadi disana aku bersama tiga teman yang lain menangani pasien-pasien yang mengalami gangguan jiwa rawat jalan alias ngga perlu di rawat atau pasien yang pernah di rawat namun telah ke luar dari rumah sakit. Selama di bagian jiwa, kami semua di sebar ke seluruh ruangan yang ada di rumah sakit ini. Semua koas harus berinteraksi dengan pasien yang memiliki kadar gangguan jiwa yang berbeda, mulai dari yang paling parah sampai yang sudah bisa mandiri sendiri dan tinggal tunggu dijemput oleh keluarganya untuk dibawa pulang.
Ok, back to visum. Awalnya aku mengira hanya di forensik saja kami berhubungan dengan penyidik polisi untuk melakukan visum et repertum karena tindakan pidana. Ternyata di bagian jiwa ada juga, namanya visum et repertum psikiatrikum. Huh, susah banget. Tapi begitulah kira-kira. Jika ada kesalahan dalam penulisan mohon diperbanyak maaf. Salam-salamannya nanti saja waktu lebaran. Setuju?
Visum di bagian jiwa ternyata ngga jauh berbeda dengan yang dibagian forensik. Ketika ada permintaan visum dari penyidik, si penyidik wajib membuat berita acara pidana (BAP) ketika meminta pembuatan visum, maka mulailah kami melakukan visum. Nah, biar ngga bingung apa itu visum, aku akan mencoba memaparkan kembali pengertian visum itu sendiri. Sekalian merefresh apa yang pernah kupelajari. Mudah-mudahan masih ingat :)
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup maupun mati, ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah untuk kepentingan peradilan. Untuk visum yang akan kubuat hari ini adalah VeR Psikiatrik,  keterangan tertulis mengenai mental atau jiwa tersangka atau terdakwa atau saksi lain dari suatu tindak pidana.
Paham? (oma di ipin dan upin mood on )
Lalu siapakah pasiennya? Sebelumnya aku hanya mendengar cerita teman-teman tentang orang yang akan kami visum itu. Statusnya adalah tersangka karena telah mengamuk, membuat kerusakan, dan mencoba melakukan tindakan asusila di sebuah hotel megah di Banda Aceh. Kabarnya sih pasien itu cool banget. Ngga keliatan kalo dia mengalami gangguan jiwa. Dan setelah bertemu dengannya, jantungku berdetak cepat (hohoho, lebay mode on).  Beneran, dia itu cool banget. Dengan kulit hitam manis dan berbadan atletis, sungguh aku ngga rela kalo dia harus dikurung dalam jeruji besi.
“Security, tolong keluarkan dia. Kasian cakepnya kalo harus dikurung,” kataku dalam hati saja sambil menatap gembok besar yang mengunci jeruji tempatnya dirawat.
“Dia harus sendiri diisolasi, untuk observasi pihak kepolisian dan karena suka ngamuk,” jelas temanku yang memang mengikuti perkembangannya selama sehari ini.
Kasian.
Untuk membuat laporan visum, aku harus mewawancarai pasien cool itu. Ketika melihat tatapan matanya yang kosong dan terkadang ganas, aku jadi ketakutan sendiri. Bisa-bisa aku dimakan kalo berlama-lama di depannya. Syukurnya ada jeruji besi yang menjadi sang penyelamat.
Tatapannya yang dingin, membuat lelaki di depanku dan juga Dee seakan berubah menjadi kulkas. (Duh, kalo terus-terusan ngeliatin dia kapan buat visumnya?). Dengan sedikit bujukan, akhirnya dia mau berbicara. Yeaahh, walau bicaranya hanya sepotong-sepotong. Lalu diselingi dengan diam karena menurutnya ia sedang dibisik sesuatu. Aku dan Dee mencoba bersabar. Sebenarnya dalam hati kami berdua, kami sangat ketakutan. Bayangin saja seorang terdakwa dengan kasus mencoba melakukan tindakan asusila ada di depan kami. Kami berdua adalah perawan tinting. Tak ada lelaki di dekat kami karena si cool ngga mau berbicara kalo ada pria. Dengan was-was, kami mencoba berhati-hati. Bagaimanapun dia adalah pasien yang mengalami gangguan jiwa. Sesuatu yang tidak terkontrol bisa saja terjadi.
Setelah menganamnesis dalam waktu yang lumayan lama. Yupz, ini yang paling lama aku mewawancarai pasien dan sampai sekarang masih banyak hal yang belum kutanya karena ia sudah harus makan malam. Bayangkan saja, hampir satu jam aku mencoba menggali tentang penyakitnya namun hanya sepotong-sepotong kata yang kudapat. Duh, pasien cool, miskin kata-kata banget deh kamu. Dan akhirnya aku dan Dee menyimpulkan kalau dia memang menderita gangguan jiwa. Dia telah mengalami gangguan fungsi sosial, fungsi kerja, dan fungsi menggunakan waktu luang. Serta Reality testing abilitynya juga terganggu. Apalagi menurut cerita ibunya, si cool sudah dua tahun mengalami penyakit seperti ini, sudah dibawa ke dokter spesialis jiwa dan tidak mau minum obat.
“Dia mulai sering melamun sejak dua tahun yang lalu. Waktu itu dia bermasalah dengan kepala jurusan tempat dia kuliah. Dan gara-gara itu, tugas akhirnya jadi terhambat. Tapi sebelum-sebelumnya dia ngga pernah mengamuk. Malahan sebulan yang lalu dia ke luar kota mewakili universitasnya, ” jelas ibunya saat kuhubungi lewat telpon.
Aku sedikit lega, setidaknya ia bebas dari hukuman tindak pidana karena ia mengalami gangguan jiwa. Dan semoga ia segera sembuh dan dapat beraktifitas seperti bisanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar